Jumat, 21 Oktober 2011

Women In Development & Gender and Development


Kejadian-kejadian pada thn 1965 – 2000



Tahun
Di Indonesia
Di Dunia
1965  
Gerwani bubar
Lahirnya Orde Baru
Kritik teori pembangunan
1969
Program KB dimasyarakatkan (diintroduksi)
Pembangunan gagal karena tidak melibatkan perempuan (kritik: Ester Boserup)
1974

Peresmian strategi developmentalism WID
1975
Dharma Wanita
PKK lahir
Konferensi Perempuan I di Mexico City
1978
Kementrian Pemberdayaan Perempuan
PP 10 diberlakukan

1980
WID sebagai salah satu strategi pembangunan negara
Konferensi Perempuan II di Kopenhagen
1980 - 1984

CEDAW (Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) mulai di kampanyekan dan disosialisasikan
1984
UU No. 7/ 1984 Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan

1985




Eksistensi PSW
Berdirinya Posyandu
LSM perempuan mulai muncul


Konferensi perempuan III di Nairobi
Konsep GAD mulai diperkenalkan
1990
Pembahasan isu gender (di pemerintahan mulai disosialisasikan)
Peresmian tahun pemuda dan pemudi
PP45/90 Penyempurnaan PP 10 Ijin Perkawinan dan Perceraian PNS
Konsep GAD sudah mulai digunakan sebagai suatu pendekatan pembangunan
1995
Kasus Marsinah
Konferensi Perempuan IV di Beijing
1999
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999, UU No. 25 th. 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004
Tuntutan keadilan dan kesetaraan semakin menguat dan meluas di Negara-negara baru berkembang.
Kebijakan-kebijakan Negara (terutama Negara berkembang/Negara dunia ketiga), dihimbau untuk menggunakan gender sebagai pendekatan
2000 - sekarang
Isu gender semakin menguat di bidang-bidang sosial, ekonomi, politik
LSM perempuan semakin banyak (meskipun belum ideal).
Terbitnya Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan nasional
Posisi-posisi strategis di bidang sosial, ekonomi, politik sudah banyak diduduki oleh perempuan (eropa-amerika)
Program-program pemberdayaan di negara dunia III wajib melibatkan perempuan












EVOLUSI

Sejarah model pendekatan
I
II. WID
III. GAD
Perempuan tidak diperhatikan


Contoh: Revolusi Hijau
Hanya perempuan yang diperhatikan
Sifatnya “membantu” perempuan
Contoh: PKK
(Relasi) perempuan dan laki-laki
Memberdayakan perempuan

I.             Dulu kaum perempuan dan kepentingannya tidak diperhatikan atau dipertimbangkan dalam pembangunan (dan sekarang masih banyak proyek, program, instansi dan lembaga dalam situasi itu).
II.            A. Kemudian ada lembaga-lembaga dan program-program tertentu yang mulai memperhatikan perempuan dan kondisinya, namun hanya peranan produktif; perempuan hanya menjadi obyek dalam program khas perempuan seperti gizi, kesehatan, dll.
B. Tahun 70-an perempuan juga mulai diperhatikan sebagai SDM yang bisa mengambil epranan produktif dan menyumbang terhadap pembangunan; perempuan menjadi obyek tetapi juga sebagai subyek dalam program yang meningkatkan pendapatan perempuan, dsb.
III.          Sekitar tahun 80-an mulai diperhatikan gender dan bukan perempuan saja dengan maksud integrasi perempuan dan laki-laki dalam pembangunan sesuai dengan potensi dan kebutuhan atau kepentingan khusus masing-masing.



Pendekatan WID dan GAD

Kebutuhan PRAKTIS menyangkut keadaan (=kondisi)
Kebutuhan STRATEGIS menyangkut kedudukan (=posisi)
-       Biasanya berhubungan dengan kondisi hidup yang tidak memuaskan, misalnya kurangnya sumberdaya atau tidak dipenuhi kebutuhan dasar. Contoh: masalah air minum, pangan, kesehatan, dsb.
-       Dapat segera diidentifikasikan karena langsung dirasakan.
-       Dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek melalui internvensi tertentu, misalnya membangun sumur, menjalankan posyandu, dll.
-       Berkaitan dengan peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor struktural seperti ekonomi, sistem politik, perundang-undangan, kebijakan kesejahteraan, norma-norma sosial budaya, dsb.
-       Menyangkut peluang dan kekuasaan (akses dan kontrol) terhadap sumberdaya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup.
-       Biasanya menyangkut kepentingan hampir semua perempuan, tetapi tidak dapat langsung diidentifikasi.
-       Dapat dipenuhi melalui suatu proses yang memakan waktu (jangka waktu panjang)
Cara menanggulangi kebutuhan praktis:
-       Melibatkan perempuan sebagai pemanfaat dan mungkin sebagai peserta
-       Memperbaiki kondisi hidup perempuan melalui kegiatan dengan suatu hasil yang langsung dan cepat dirasakan
-       Tidak merubah peranan-peranan dan hubungan sosial budaya yang ada
Cara menanggulangi kebutuhan strategis:
-       Melibatkan perempuan sebagai pelaku atau memfasilitasi perempuan untuk menjadi pelaku dan penentu kegiatan.
-       Dilakukan melalui penyadaran, perkuatan rasa percaya diri, pendidikan, pengembangan organisasi perempuan, dsb.
-       Memperkuat perempuan untuk memperoleh kesempatan lebih banyak dalam pengambilan keputusan di semua bidang dan semua tingkat masyrakat, memperjuangkan akses dan kontrol terhadap sumber daya yang lebih besar.


Perbedaan antara WID dan GAD

Women in Development (WID)
Poin
Gender and Development (GAD)
Pandangan bahwa yang menjadi sumber permasalahan ada pada perempuan
1. Pendekatan
Pandangan yang menganggap bahwa sumber permasalahan ada pada pembangunan
Perempuan
2. Fokus
Pola relasi laki-laki dan perempuan
Tidak berperan sertanya perempuan (separuh sumberdaya produktif) dalam proses pembangunan
3. Masalah
Ketidakadilan hubungan kekuasaan (kaya-miskin, perempuan-lelaki) menyebabkan berlangsungnya pembangunan yang tidak adil dan tidak berperan sertanya perempuan secara maksimal
Pembangunan yang lebih efektif dan efisien
4. Tujuan
Pembangunan yang adil dan berkesinambungan dengan perempuan dan laki-laki sebagai pengambil keputusan.
Mengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan
5. Pemecahan
Memperkuat perempuan yang terpinggir/ marginal
Merubah pola-pola hubungan yang tidak sejajar
Proyek-proyek untuk perempuan
Kegiatan proyek khusus untuk perempuan
Proyek-proyek terpadu
Meningkatkan produktifitas perempuan
Meningkatkan pendapatan perempuan
Meningkatkan ketrampilan perempuan dalam mengurus rumah tangga
6. Strategi
Mengidentifikasi kebutuhan praktis sebagaimana diidentifikasi oleh perempuan dan laki-laki untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka.
Kuantitatif
Tidak menggugat peran tradisional
7. Hasil
Kualitatif (jangka panjang)
Menggugat peran tradisional

Kamis, 20 Oktober 2011

Program Bedah Desa


PENDAHULUAN
Program Percepatan Pembangunan Perdesaan Terpadu  atau Program Bedah Desa  adalah salah satu prioritas Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) untuk menangani pembangunan daerah tertinggal.  Program Bedah Desa mengajukan pendekatan atau cara pandang baru dalam upaya menangani isu kemiskinan dan ketertinggalan, yang merupakan masalah utama pembangunan daerah tertinggal. Pendekatan atau cara pandang baru itu adalah mengupayakan pengembangan kawasan perdesaan terpadu, terutama  untuk mendukung usaha daerah tertinggal lepas dari kemiskinan dan ketertinggalan. Dukungan kebijakan dan program Bedah Desa  dijalankan berdasar fungsi kelembagaan KPDT yakni, memfasilitasi koordinasi dan perumusan kebijakan pembangunan daerah tertinggal berdasarkan potensi dan karakteristik lokal.  Dalam pengembangan perdesaan secara terpadu terutama untuk peningkatan sarana dan prasarana ekonomi dan peningkatan keterkaitan pembangunan antara daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan wilayah. 

Sebagaimana diketahui, daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain secara nasional. Penetapan kabupaten tertinggal  didasarkan pada seperangkat indikator yaitu: sumber daya manusia, akses terhadap pendidikan dan kesehatan, ekonomi (kemiskinan dan lapangan pekerjaan), infrastruktur (air bersih, listrik, jalan, dan telekomunikasi), kapasitas fiskal, dan karakteristik daerah (rawan bencana, banjir). Sampai saat ini terdapat 183 kabupaten daerah tertinggal, dan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2010 – 2014, KPDT memiliki target dan tanggung jawab untuk mengupayakan 50 kabupaten dari 183 kabupaten daerah tertinggal, lepas dari ketertinggalan. Sedangkan dilihat dari jumlah desa, terdapat 26.746 desa atau  35% dari total desa secara nasional. Desa-desa tersebut memiliki  karakteristik, potensi dan kebutuhan yang beragam sehingga mengalami perbedaan perkembangan.

Dengan demikian, pelaksanaan Program Bedah Desa ditujukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJM Nasional 2010 – 2014. Sementara itu, di dalam konteks pencapaian Prioritas Nasional, maka Program Bedah Desa diharapkan mampu mendukung upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan perkembangan ekonomi daerah, kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar.

Program  Percepatan Pembangunan Perdesaan Terpadu atau  Bedah Desa merupakan upaya pengembangan  kawasan perdesaan secara  terpadu yang dilaksanakan untuk meningkatkan dan mengembangkan ekonomi masyarakat perdesaan sehingga tercapai sasaran masyarakat desa yang maju, produktif dan sejahtera. Pengembangan kawasan perdesaan terpadu tersebut membutuhkan proses transformasi sosial ekonomi masyarakat perdesaan yang meliputi  pengembangan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi rakyat dan pengembangan kawasan permukiman.  Dalam hal ini dibutuhkan  penyediaan input dan proses kegiatan dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan yang diarahkan untuk :  (1) meningkatnya kualitas kehidupan dan pendapatan masyarakat perdesaan, (2) mengembangkan kegiatan produksi unggulan perdesaan dan/atau kabupaten; (3) memperkuat kapasitas kelembagaan, dan (4) mengembangkan fungsi dan kualitas kawasan permukiman. 

Penyediaan input kegiatan pelaksanaan pembangunan perdesaan meliputi : insentif atau regulasi yang mendorong  pembangunan perdesaan, penciptaan  suasana yang mendukung pengembangan investasi, dan pembangunan sarana prasarana perdesaan khususnya untuk meningkatan keterhubungan dan aksesibilitas masyarakat perdesaan. Sedangkan dalam proses kegiatannya  mengupayakan terintegrasinya perencanaan Program Bedah Desa  ke dalam proses perencanaan pembangunan yang secara reguler dilakukan oleh daerah dan pusat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan  (Musrenbang). Secara teknis, di dalamnya melibatkan kegiatan penyusunan rencana penyediaan input kegiatan seperti data potensi dan kebutuhan kawasan perdesaan, penataan kembali tata ruang dan tata guna lahan, penyiapan organisasi, penyiapan kelompok masyarakat,  penyiapan  rencana pelaksana kegiatan dan pengelolaan pelaksanaan kegiatan serta pengawasan dan evaluasi kegiatan.  Untuk memastikan  proses perencanaan pembangunan perdesaan terpadu berjalan, maka perlu  didukung dengan pembentukan forum lintas pelaku  ( forum multistakeholders) yang berperan dalam melakukan konsultasi dan advokasi.  Proses tersebut membutuhkan konsistensi dan keberlanjutan sehingga diperlukan Dokumen Rencana Induk Percepatan Pembangunan Perdesaan Terpadu yang dijabarkan ke dalam Rencana Investasi dan Rencana Aksi. Dokumen Rencana Induk digunakan sebagai  landasan pelaksanaan kegiatan percepatan pembangunan perdesaan terpadu.

Oleh karena itu, untuk menjamin  terselenggaranya  Program Percepatan Pembangunan  Perdesaan Terpadu  (Bedah Desa)  sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam mempercepat pembangunan daerah tertinggal, maka disusun petunjuk pelaksanaan   ini sebagai acuan pelaksanaan kegiatan bagi pelaku kegiatan di Pusat maupun Daerah.
        DASAR HUKUM
Dasar hukum Panduan Pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Perdesaan Terpadu   atau  Program Bedah Desa adalah sebagai berikut:
1.   Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28i, Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar RI 1945;
2.    Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
3.    Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
4.    Undang-Undang No. 33  Tahun 2004 Tentang Pembagian Keuangan Pusat dan Daerah
5.    Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 
6.   Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya)
7.    Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)
8.    Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
9.    Undang-Undang No. 26  Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
10.  Undang Undang No. 39 Tentang Kementerian Negara Tahun 2008
11.  Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa
12.  Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 Tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
13.  Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014
14.  Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
15.  Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Prioritas Nasional
16.  Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan Berkeadilan


        TUJUAN
 Tujuan Umum
Tujuan umum adalah mempercepat pembangunan daerah tertinggal melalui percepatan pembangunan perdesaan  secara   terpadu.

Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah :
a.   Terfasilitasinya integrasi Rencana Induk Pengembangan Kawasan Perdesaan Terpadu (Rencana Induk Bedah Desa) dengan perencanaan pembangunan daerah dan nasional.
b.  Terfasilitasinya pembentukan Forum Multistakeholders  untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal (Forum Bedah Desa)  dalam pembangunan kawasan perdesaan terpadu.
c.   Meningkatnya kapasitas pemerintah daerah dalam perencanaan  pembangunan kawasan perdesaan terpadu.
d.  Terfasilitasinya pembangunan sarana dan prasarana sosial dasar, ekonomi dan wilayah.